Benarkan Belajar Filsafat Membuat Ateis atau Gila? Simak Penjelasannya


Filosofis.id - Saya dulu memiliki pandangan negatif terhadap filsafat. Dalam pikiran saya saat itu, filsafat tidak ada hubungannya dengan saya, tidak ada hubungannya dengan saya, jadi saya tidak perlu mempelajarinya. Menurut saya, filsafat membuat hal-hal sederhana menjadi lebih rumit. telah dituduh.

Lebih buruk lagi, saya dulu berpikir bahwa filsafat bahkan bisa menjauhkan orang dari agama. Persepsi ini diperparah dengan banyaknya cerita teman-teman saya tentang mahasiswa filsafat. Teman-teman saya mengatakan sebelumnya bahwa hidup mereka tidak penuh.

Saya juga sempat cemberut ketika teman sekamar saya mengatakan bahwa saudaranya sedang belajar filsafat. Sebagai anak yang tepat, saya berpikir, "Jika Anda belajar filsafat, di mana Anda akan bekerja?"

waktu berlalu cepat. Saya telah memegang pandangan negatif ini untuk waktu yang lama. Baru pada usia empat puluh, ditambah beberapa tahun lagi, saya "bertemu" Tariq Ramadan, cucu Hassan Albana, pendiri Ikhwanul Muslimin dan profesor di Universitas Oxford.

Tariq Ramadan adalah seorang filosof muslim kontemporer yang mengkaji pemikiran Nietzsche bahwa Tuhan telah mati. Dengan menonton video-video penelitian Tariq Ramadan, pandangan saya tentang filsafat mulai bergeser, terutama ketika beliau membahas Islam dan filsafat serta pentingnya berpikir kritis bagi umat Islam.

Ngaji Filsafat

Dua tahun lalu, seorang teman memperkenalkan saya kepada Dr. Fahruddin Faiz mampu menarik saya untuk ingin mengenal lebih jauh tentang filsafat. Bahasa sederhana dan contoh nyata Pak Faiz berbicara membuat saya lebih mudah memahami filsafat.

Saya banyak belajar dan belajar dari Filsafat Aggie, terutama dari kehidupan para filsuf dan pemikiran mereka. Tentu saja, mengenal mereka juga membantu saya untuk memahami peristiwa sejarah dari abad kelima SM hingga awal abad kesembilan belas, yang tidak dapat dipisahkan dari pemikiran para filsuf ini.

Filsafat Ngaji mengkaji pemikiran para filosof dari berbagai latar belakang, tidak hanya dari Barat tetapi juga dari dunia Islam. Dari sini saya juga mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang pahlawan nasional atau Walisongo yang saya baca saat remaja, atau bahkan Syekh Sitti Jenar dan Kyai Ageng Suryo Mataram.

Hal yang sama berlaku untuk para filsuf Barat. Saya baru tahu bahwa pemahaman Pythagoras tentang matematika dipengaruhi oleh pemikirannya tentang arti angka, yang merupakan bagian dari kepercayaan mistik yang dia yakini, bukan hanya alat komputasi dalam kehidupan sehari-hari.

Atau juga dari dunia Timur, saya jadi paham bahwa kisah Laila Majinu bukan hanya sekedar romansa, tetapi memiliki makna cinta yang mendalam antara seorang hamba dengan Tuhannya. Saya sangat ingin membuat resume berdasarkan apa yang saya lihat, tapi jelas saya tidak bisa.

Walaupun sebenarnya bagi saya proses penulisan ulang dalam bahasa saya sendiri memudahkan saya dalam memahami materi yang disampaikan.

Pemahaman awal saya tentang filsafat tidak terlalu salah. Sebenarnya ada filosof yang atheis, tapi banyak juga yang menggunakan filsafat untuk membuat orang lebih religius. Filsuf seperti Ibnu Sina dan Al Farabi adalah contohnya. Hari ini, kita juga bisa melihat Tariq Ramadan atau Hamza Yusuf. Saya yakin masih banyak lagi, saya hanya tidak tahu.

0/Post a Comment/Comments