Filsofis - Judul artikel ini merupakan judul buku Tuhan: Idea atau Ilusi? Yang merupakan rangkuman dari kegelisahan akan gejala arogansi dalam hidup beragama, yakni bagaimana orang-orang bisa dengan semena-mena berwacana tentang Tuhan dan menyematkan banyak atribut pada-Nya.
Muncul pertanyaan, apakah mungkin
dan masuk akal manusia yang imanen ini berpikir dan berwacana tentang Tuhan
yang transenden? Buku ini ingin menjawab pertanyaan itu melalui gagasan
ketuhanan Immanuel Kant dalam Kritik der reinen Vernunft (KrV) yang diterbitkan
pada 1781 dan 1787.
Kritik Kant lahir karena ketegangan
antara Rasionalisme dan Empirisme yang berlangsung selama lebih dari satu
setengah abad telah mengurangi rasa hormat kita, tidak hanya kepada
ajaran-ajaran filsafat tetapi juga kepada ilmu pengetahuan pada umumnya.
Rasionalisme gagal membangun transendensi
Tuhan atas alam. Alih-alih membuktikan trasendensi Tuhan atas alam semesta,
rasionalisme justru terjerat dalam panteisme implisit ala Descartes,
Malabranca, Leibniz, dan panteisme eksplisit Spinoza.
Di lain pihak, empirisme pun
gagal membuktikan eksistensi alam yang diyakini sebagai yang berbeda dari
pikiran. Empirisme justru kehilangan jati dirinya dalam skeptisisme. Tidak bisa
dipungkiri, kegagalan rasionalisme dan empirisme adalah konsekuensi logis dari
fenomenalisme yang sebenarnya adalah fundasi dari rasionalisme dan empirisme
itu sendiri, terutama ajaran bahwa manusia tidak bisa mengetahui benda-benda
(things) atau realitas; bahwa yang diketahui manusia hanyalah penampakan
(appearance) di mana benda-benda atau kenyataan dihasilkan atau diproduksi
dalam pikiran manusia.
Dalam KrV, Kant menyelidiki
syarat-syarat kemungkinan pengetahuan manusia. Secara khusus, dia meninjau
sah-tidaknya pengetahuan manusia tentang Tuhan dalam bab “Ideal Budi Murni”
(das Ideal der reinen Vernunft) dan “Lampiran Dialektika Transendental”
(Appendix).
Pemikiran Immanuel Kant dan
Kritisisme Kantian berusaha menyatukan rasionalisme dan empirisisme dalam
semacam fenomenalisme “baru” (fenomenalisme jenis unggul). Bagi Kant,
manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui a priori formal,
jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman (pengindraan) dan kemudian
membangun ilmuilmu matematika dan fisika.
Melalui kehendak yang otonomlah
jiwa membangun moralitas. Dan melalui perasaan (sentiment) manusia menempatkan
realitas dalam hubungannya dengan tujuan tertentu yang hendak dicapai
(finalitas) serta memahami semuanya secara inheren sebagai yang memiliki
tendensi kepada kesatuan (unity).
Kant melacak genealogi Tuhan
sebagai Ideal budi murni dan menyatakan mustahilnya tiga argumen klasik untuk
membuktikan adanya Tuhan. Baginya, dalam budi murni, Tuhan hanyalah Idea yang
memiliki fungsi regulatif terhadap pengetahuan manusia dan tidak dapat menjadi
objek pengetahuan itu.
Kritisisme Kant membantah segala
kemungkinan pengetahuan teoretis yang konstitutif tentang Tuhan. Dengan kata
lain, sikap Kant terhadap Tuhan berciri agnostik. Gagasan Kant cukup efektif
untuk membuat orang sadar akan keterbatasan budinya. Namun, keterbatasan itu
tidak bisa menjadi alasan untuk sepenuhnya menolak realitas yang transenden.
Rujukan bacaan Tuhan itu Ilusi atau Idea
Posting Komentar