Di tengah arus
deras modernisasi dan urbanisasi yang melanda Papua, kekuasaan Ondoafi—sebagai
pemegang otoritas adat tertinggi—masih berdiri kokoh di banyak wilayah,
termasuk dalam konteks masyarakat urban yang mengalami transformasi sosial,
ekonomi, dan kultural. Buku ini mengupas secara mendalam berbagai bentuk modal
kekuasaan yang dimiliki Ondoafi, mulai dari modal simbolik, modal kultural,
hingga modal sosial dan spiritual, yang menjadi fondasi legimitasinya.
Modal-modal tersebut termanifestasi dalam kontrol atas tanah ulayat,
pengetahuan adat, akses terhadap lembaga pemerintahan, serta kemampuan menjaga
kohesi sosial dalam komunitasnya.
Dalam dinamika
kekuasaan yang kompleks, hubungan Ondoafi dengan masyarakat tidak semata
top-down, tetapi berlangsung melalui relasi timbal balik yang terus
dinegosiasikan. Buku ini membongkar bagaimana Ondoafi menegosiasikan posisi
mereka di antara birokrasi negara, lembaga agama, dan aktor-aktor modern
lain—termasuk elite politik dan pelaku ekonomi—tanpa kehilangan kepercayaan
masyarakat adat. Relasi kuasa ini tidak jarang mengalami tarik-ulur antara
kekuatan tradisional dan tekanan modern, tetapi Ondoafi kerap berhasil
mempertahankan peran sentralnya melalui adaptasi, mediasi konflik, dan
penyesuaian kultural.
Dalam praktiknya,
kekuasaan Ondoafi tampil melalui beragam bentuk performatif: dari ritual adat,
musyawarah kampung, hingga pelibatan dalam proyek-proyek pembangunan dan
politik lokal. Buku ini menyajikan studi etnografis tentang bagaimana Ondoafi
mempraktikkan kekuasaannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat urban yang
mulai tercerabut dari akar adat. Dalam bayang-bayang modernisasi, Ondoafi tidak
hanya menjadi simbol masa lalu, tetapi juga aktor strategis masa kini yang
aktif merawat kuasa dan menjaga warisan, bahkan ketika lanskap sosial di
sekitarnya berubah secara drastis.
Posting Komentar